I Gusti Patih Jelantik
I Gusti Ketut Jelantik adalah seorang pahlawan nasional berasal dari Bali. Seorang patih agung dari kerajaan Buleleng yang disebut putera dari I Gusti Nyoman Jelantik Raya. Beliau diangkat sebagai patih di kerajaan Buleleng di tahun 1828 dan wafat di tahun 1849.
I Gusti Ketut Jelantik dikukuhkan sebagai salah satu pahlawan nasional karena keberaniannya dalam menantang penjajah Belanda pada waktu itu. Sikap dan perlakuanya dipandang berani karena menampik tuntutan Belanda dalam sebuah pembicaraan yang menuntut supaya kerajaan buleleng ganti rugi kapal yang dirusak dan mengaku kedaulatan pemerintahan Hindia Belanda. Pada waktu pertemuan itu pihak belanda diwakilkan oleh JPT Mayor Komisaris Hindia Belanda, sedang Kerajaan Buleleng diwakilkan oleh raja Buleleng I Gusti Ngurah Mada Karangasem dan Patih Agung I Gusti Ketut Jelantik.
“Tidak dapat menguasai negeri seseorang cukup dengan satu helai kertas saja tetapi harus dituntaskan di atas ujung keris. Sepanjang saya hidup kerajaan ini tidak pernah mengaku kedaulatan Belanda”. Seperti itu cuplikan perkataan I Gusti Ketut Jelantik yang geram sangat dengan tuntutan yang diajukan pihak Belanda.
Baca Juga : Biografi Kapittan Pattimura
Tidak habis akal, pihak Belanda terus coba cari cela untuk menantang I Gusti Ketut Jelantik, diantaranya dengan manfaatkan Raja Klungkung. Dalam perjumpaan yang terjadi pada tanggal 12 Mei 1845 ini Belanda menuntut supaya Buleleng ganti rugi kapal dan menghapuskan hak “tawan karang” yaitu merebut perahu yang terdampar di teritori Buleleng. I Gusti Ketut Jelantik juga marah, bahkan juga beliau menghunuskan sebilah keris pada kertas kesepakatan. Beliau melawan Belanda untuk menggempur den Bukit atau Bali Utara.
Pada tanggal 27 Juni 1846 Belanda betul-betul melakukan gempuran ke kerajaan Buleleng. Tetapi pada akhirnya kerajaan Buleleng jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 29 Juni 1846. Selanjutnya raja buleleng dan patih I Gusti Ketut Jelantik mundur ke dusun Jagaraga untuk menyusun strategi dan menambah kekuatan.
Biografi I Gusti Ketut Patih Jelantik
I Gusti Ketut Patih Jelantik ialah seorang yang pakar taktik perang dan jadi figur yang dihormati oleh raja-raja lain karena sikapnya yang tegar pendirian. Ini diperlihatkan saat menjaga dusun Jagaraga patih I Gusti Ketut Jelantik terus menguatkan pasukannya dan mendapatkan kontribusi dari kerajaan lain seeperti klungkung, Karang Asem, Badung dan Mengwi.
Baca Juga : Biografi Tuanku Imam Bonjol
Pada tanggal 6 sampai 8 Juni 1848 pihak Belanda melakukan gempuran ke-2 dengan mentibakan pasukanya di sangsit. Pihak Bali dipimpin oleh I Gusti Ketut Jelantik dengan menghimpun dan membawa pasukan benteng Jagaraga yang disebut benteng paling kuat dibanding dengan 4 benteng yang lain. Sedang pihak belanda dipimpin oleh Jendral Van Der Wijck.
Tapi pihak Belanda tidak berhasil tembus benteng yang dipegang oleh I gusti Ketut Jelantik dan cuma sanggup merampas satu benteng saja yaitu benteng samping timur sansit yang ada dekat Bungkulan.
Karena ada kekalahan ini makin mengusung semangat raja-raja yang lain untuk makin mengerahkan kemampuan dalam menantang Belanda. Tetapi pasukan patih jelantik ini menghebohkan parlemen Belanda yang selanjutnya memperlancar gempuran besar yang dipegang oleh Jendral Michiels pada tanggal 31 Maret 1849.
Baca Juga : Biografi Kasman Singodimedjo
Belanda menyerbu Bali dengan menembakan meriam-meriamnya. Pada tanggal 7 April 1849 raja buleleng dan patih I Gusti Ketut Jelantik beserta 12 ribu prajurit bertemu dengan jendral michiels. Tetapi karena kalah dalam galpersenjataan akhirnya bali tertekan dan mundur sampai pegunungan Batur Kintamani. Jagaraga juga jatuh ke tangan Belanda pada 16 April 1849. Pada akhirnya patih jelantik gugur pada gempuran ka rangasem oleh Belanda yang dihadirkan dari Lombok dan menggempur sampai kepegunungan Bale Punduk.
Atas keberanian sikap dan moral perjuangan yang diperlihatkan oleh I gusti Ketut Jelantik pasti tidak ada kata ragu untuk kita memberi gelar Pahlawan Nasional. Pada tanggal 19 Agustus 1993 Pemerintahan RI memberi Gelar Pahlawan nasional pada Patih Jelantik berdasar SK Presiden RI No. 077/TK/Tahun 1993.