Lukisan Cut Nyak Dien |
Sejarah Cut Nyak Dien perempuan Aceh yang menjadi Ratu perang Aceh pada masa tuanya mengalami siksaan baik fisik maupun mental dari Belanda, namun ia masih tetap teguh dan taat dalam menjalankan syariat Islam, jauh dari tanah kelahirannya dan di penuhi dengan kesepian itu lah masa tuanya.
Berbagai prestasi yang ia capai dari perang melawan Belanda dapat merepotkan sekaligus membuat penjajah hampir dapat dikalahkan, peranya dalam perang Aceh sangat besar, ia memimpin pasukan gerilya sampai masa tuanya bertempur habis-habisan.
Berikut ini adalah sejarah Singkat Cut Nyak Dien dari awal perjuangan hingga wafatnya:
Biografi Cut Nyak Dien
Cut Nyak Dien adalah seorang gadis kecil yang cantik lahir dari keluarga bangsawan di lampadang 1848. Ayahnya bernama Teuku Nanta Setia adalah seorang uleebalang dan keturunan perantau dari Minang Sumatra Barat ke Aceh pada abad 18. Cut tumbuh dilingkungan taat beragama membuat ia tumbuh menjadi gadis cerdas dan taat beragama.
Cut Nyak Dien menikah pada usia 12 tahun dengan seorang anak Uleebalang Lamnga yang bernama Teuku Ibrahim Lamnga, dari pernikahan ini, Bersama-sama dengan suaminya ia melakukan perjuangan melawan, mengusir Belanda dari tanah Aceh, tetapi sayang nya pada 29 Juni 1878 suaminya itu gugur dalam peperangan.
Baca Juga : Biografi Singkat Pangeran Diponegoro
Setelah menjanda dan melewati masa idah, Cut Nyak Dien dilamar oleh Teuku Umar yang juga salah satu tokoh perang Aceh, awalnya lamaran tersebut ditolak namun dengan tawaran mengajaknya ke medan pertempuran langsung, akhirnya cut menerima lamaran Teuku Umar dan menikah pada 1880, dan dikaruniai seorang anak bernama Cut Gambang.
Pada tanggal 1 April 1873 Nieuwenhuyzen menyatakan perang dengan kesultanan Aceh dan peperangan pun pecah di daerah Aceh, serangan demi serangan di lancarkan Belanda terhadap Kesultanan Aceh, namun selalu berhasil di bendung oleh Laskar Aceh dan pasukan lainya.
Dalam penyerangan Belanda tersebut berhasil di halau oleh para laskar pejuang di Aceh dan Cut Nyak Dien tentunya. Dengan bersenjatakan rencong Cut Nyak maju ke medan perang dengan gagah dan berani tanpa takut sedikit pun, apalagi ketika Masjid Raya Aceh di bakar oleh Belanda, Cut Nyak mengamuk dan berteriak di hadapan masyarakat membakar semangat juang rakyat.
The Queen of Aceh Battle adalah julukan bagi Cut Nyak Dien, baginya mengusir Belanda bagaikan perang suci melawan Kafir yang merusak tanah airnya, dia berjuang dari usia muda sampai tua renta. Diusainya yang renta beliau masih saja keras kepala melakukan gerilya padahal kondisi fisik sudah tidak mendukungnya.
Dimasa tua mengalami penyakit encok, rabun dan mulai melemah, melihat kondisi Cut Nyak Dien yang demikian membuat salah satu orang kepercayaannya yang bernama Pang Laot membocorkan keberadaan Cut kepada Belanda dengan alasan iba.
Baca Juga : Biografi Sisingamangaraja XII
Meskipun Laot beralasan iba, namun menurut Cut Nyak Dien tetaplah hal demikian merupakan suatu pengkhianatan, Cut ditangkap dan diasingkan ke Sumedang sampai ia meninggal disana,
Alasan Cut Nyak Dien Melakukan Perlawanan
Cut Nyak Dien sangat benci Belanda dan berambisi mengusirnya dari tanah Aceh, apa yang dilakukannya tentu saja memiliki alasan yang kuat, berikut ini adalah beberapa alasannya yaitu :
- Belanda Ingin menguasai Aceh
- Belanda Ingin menguasai monopoli perdagangan di Aceh
- Menolak dipimpin oleh kaum Kafir
- Belanda membakar Masjid Raya Baiturrahman
- Gugurnya Teuku Ibrahim suami Cut Nyak Dien oleh Belanda
- Memaksa masyarakat menjual hasil pertanian kepada Belanda dengan harga murah.
Itulah beberapa dari sekian banyak alasan kuat Cut Nyak Dien berjuang tanpa lelah mengusir Belanda.
Bentuk Perjuangan Cut Nyak Dien
Awal mula Belanda menyatakan perang kepada Aceh pada 26 Maret 1873, ditandai dengan menembakkan meriam dari Kapal perang Citadel Van Antwerpen ke daratan Aceh, hingga mengakibatkan perang Aceh Meletus.
Tahun 1873-1874 adalah periode pertama perang Aceh, di pimpin oleh Sultan Mahmud Syah dan Panglima Polim, sedangkan Belanda dipimpin oleh Hermen Rudolf Kohler dengan pasukan sekitar 3.198 tentara.
Kemudian tanggal 8 April 1873 Belanda mulai mendarat di pantai Ceureumen, menyerang dan bahkan dapat menguasai Mesjid Raya Baiturrahman lalu terjadi pembakaran Masjid. Di periode pertama ini pada April 1873 Kesultanan Aceh di bawah panglima Ibrahim Lamnga dapat memenangkan pertarungan dan menewaskan Kohler.
Baca Juga : Masa Perjuangan Pangeran Antasari
Membalas kematian Kohler, Belanda mengirimkan Jendral Jan van Swieten, dan dapat menguasai daerah VI Mukim pada tahun 1873, dan satu tahun kemudian Istana Kesultanan Aceh dapat diduduki di tahun 1874, akibatnya para ibu-ibu dan rombongan lainya termasuk Cut Nyak Dien dan bayinya mengungsi.
Tahun 1875, Teuku Umar melakukan pergerakan kembali dengan melobi Belanda, mendekati dan menjalani hubungan baik dan semakin baik dengan Belanda, sampai tiba tanggal 30 September 1893, Teuku Umar beserta 250 prajuritnya menyerahkan diri kepada Belanda, tentu aksi Teuku Umar membuat Belanda bahagia.
Dianggap membantu Belanda, Teuku Umar di jadikan komandan disalah satu unit pasukan Belanda dan diberi gelar Teuku Umar Johan Pahlawan padahal sejatinya ini adalah siasatnya untuk memukul Belanda dari dalam dan rahasia ini hanya diketahui olehnya, Bahkan dia dijuluki sebagai pengkhianat Rakyat Aceh dan Cut Nyak Dien terus menerus menasihatinya untuk kembali melawan Belanda.
Rencana Teuku Umar adalah sebagai berikut :
- Masuk ke dalam lingkungan Belanda, berpura-pura takluk padanya padahal di belakang itu semua, beliau mempelajari semua taktik Belanda dalam peperangan.
- Mengganti satu demi satu orang Belanda di dalam unit yang dia Pimpin dengan orang Aceh
- Membawa kabur perlengkapan perang baik senjata dan amunisinya
Setelah unit pasukan Belanda yang dipimpin Teuku Umar diisi oleh orang Aceh, dengan alasan akan menyerang basis rakyat Aceh, umar beserta pasukannya dengan membawa perlengkapan perang Belanda kabur tidak kembali lagi. Pristiwa pengkhianatan tersebut di kenal sebagai Het verraad Teukoe Oemar (dalam bahasa Belanda) yang artinya Pengkhianatan Teuku Umar.
Akibat pengkhianatan itu membuat Belanda Marah dan melakukan penyerangan besar-besaran untuk menangkap Teuku Umar dan Cut Nyak Dien, tetapi serangan itu berbalik merepotkan Belanda karena para Gerilyawan sudah dilengkapi persenjataan dan amunisi.
Belanda mengganti Jendral van Swieten dengan Jenderal Jakobus Ludovicius Hubertus, namun dia berhasil dibunuh dan menyebabkan kekacauan dipihak pasukan Belanda, sedangkan Cut Nyak Dien dan suaminya terus menerus menggempur Belanda di Kutaraja dan Meulaboh, pergantian Jendral terus menerus dilakukan Belanda demi menangkap dan menumpas Perlawanan Cut Nyak Dien dan suaminya itu.
Baca Juga : Sejarah Lengkap Pattimura
Merasa tertekan, akhirnya Belanda mengirim unit satuan Marsose atau di Jawa dikenal Londo Ireng, suatu unit pasukan Belanda yang sebagian prajuritnya berisi orang pribumi, pasukan ini dibentuk khusus menumpas perang gerilya.
Pasukan Marsose dikenal kejam dan bengis, lantaran di Aceh mereka menghancurkan apa yang ada di depanya, mereka juga cukup tangguh dan sulit untuk dikalahkan. Aksi kejam dari Marsose atau Londo Ireng membuat pihak Belanda bersimpati kepada rakyat Aceh lalu Jendral Van der Heyden membubarkan unit pasukan De Marsose.
Akibat ulah Marsose, efeknya membuat mental rakyat Aceh menurun, banyak yang enggan berjihad karena takut kehilangan nyawa, kondisi ini di manfaatkan oleh Jendral Joannes Benedictus dengan mengirim mata-mata sebagai informan Belanda untuk mengetahui setiap rancanya dan pergerakan Teuku Umar.
Tanggal 11 Februari 1899, Teuku Umar melancarkan serangan ke Meulaboh, namun rencana ini sebelumnya sudah diketahui Belanda dari informannya, akibat rencana yang bocor ini, beserta pasukan gerilya mengalami kekalahan dan Teuku Umar gugur tertembak.
Setelah kematian suami keduanya, Cut Nyak Dien mengambil alih kepemimpinan dan terus menerus melakukan perlawanan sampai tiba tahun 1901 pasukan Cut yang sudah semakin berkurang ditambah usianya yang sudah menua dan diserang penyakit encok dan rabun mengalami kehancuran.
Foto masa tua Cut Nyak Dien |
Sejarah Singkat Cut Nyak Dien
Kondisi Cut Nyak Dien yang semakin lemah membuat para pasukannya merasa iba, salah satu orang kepercayaannya yang bernama Pang Laot membocorkan lokasi keberadaan Cut kepada Belanda, kemudian tempat itu disergap dan Cut Nyak Dien berhasil ditangkap meski sudah bertempur mati-matian. Cut Gambang berhasil melarikan diri ke hutan dan meneruskan perlawanan dari ayah dan ibunya itu.
Setelah di tangkap ini lah kisah Cut Nyak Dien begitu tragis dan memilukan, beliau mengalami siksaan baik secara fisik, mental maupun pelecehan seksual oleh tentara Belanda dalam kurun waktu bertahun-tahun lamanya di dalam penjara bawah tanah Belanda sampai ingatannya menghilang.
Setelah mengalami siksaan yang begitu kejam dan menderita dengan kondisi fisik Cut Nyak Dien yang makin menua dan melemah, Belanda tidak langsung membunuhnya, melainkan beliau di buang ke penjara Belanda di Sumedang.
Tanggal 11 Desember 1906 Bupati Sumedang Pangeran Aria Suriatmadja menerima tawanan titipan Belanda berjumlah 3 orang, yaitu seorang nenek-nenek yang sudah pikun, rabun dan encok, seorang pria berumur 50 tahun dan seorang remaja berumur 15 tahun.
Dengan memakai pakaian kusut dan fisik yang lesuh mereka bertiga tetap tabah menjalani hukuman dari Belanda. Dengan kondisi fisik yang memprihatinkan Cut Nyak Dien masih tetap teguh dan taat beribadah imannya masih berdiri dengan kokoh meski ingatannya telah hilang.
Hingga suatu saat ketaatan beribadah dari Cut Nyak Dien menarik perhatian Pangeran Aria hingga beliau memindahkannya ke tempat salah satu tokoh agama, sayangnya Pangeran Aria dan tokoh agama itu tidak menyadari bahwa wanita tua rabun, pikun dan encok itu adalah sang singa betina Perang Aceh hingga akhir hayatnya.
Makam Cut Nyak Dien
Semasa tinggal di rumah tokoh agama tersebut Cut Nyak Dien dengan kondisinya yang makin melemah dan menua ia hampir tidak keluar rumah, hari-harinya di isi dengan mengajar ngaji anak-anak dan ibu-ibu di daerah tersebut.
Baca Juga : Biografi Singkat Cut Nyak Meutia
Tak jarang banyak ibu-ibu yang membawakannya pakaian dan makanan untuknya, di karenakan wawasan beliau akan ilmu agama cukup luas dan mengajarkan agama kepada masyarakat sekitar khususnya anak-anak dan ibu-ibu, Cut Nyak Dien di juluki sebagai Ibu Perbu.
Semuanya tidak ada yang tau bahwa Ibu Perbu si wanita tua tersebut adalah seorang Singa Betina dari Aceh bernama Cut Nyak Dien dengan berbekal senjata rencong maju ke medan perang tanpa rasa takut sedikit pun. Namun sayang masa tuanya di isi dengan hal yang mengenaskan dan kesepian di negeri seberang jauh dari tempat kelahirannya.
Setelah perjuangan dan perjalanan yang sangat panjang melewati masa-masa siksaan yang begitu kejam akhirnya beliau wafat pada 06 November 1908 di Sumedang dan di makamkan di Gunung Puyuh.
Ini lah sekelumit kisah perjuangan Cut Nyak Dien hingga akhir hayatnya yang membuat para sejarawan dunia terkagum oleh sosoknya seperti Zentgraaff yang mengatakan, para wanita lah yang merupakan pemimpin perlawanan terhadap Belanda dalam perang besar itu. Mohon maaf atas kekurangannya dan terima kasih sudah mengunjungi Blog ini semoga bermanfaat.