Gambar Sisingamangaraja XII |
Alasan Sisingamangaraja melakukan perlawanan diakibatkan Belanda dan para Misionaris berniat melakukan Penginjilan di tanah Batak, hal ini membuatnya khawatir akan menghilakan budaya dan adat dari Batak, serta niat Belanda yang ingin menginvasi Ke Aceh, sebab Sisingamangaraja memiliki hubungan dekat dengan kesultanan Aceh.
Biografi Lengkap Sisingamangaraja XII
Sisingamangaraja XII lahir pada tanggal 18 Februari 1845 di daerah Bakara, jabatan beliau adalah sebagai seorang raja di negeri Toba, Sumut, beliau merupakan keturunan seorang bangsawan yang menjabat di kerajaan Pagaruyung.
Baca Juga : Kebenaran Agama Sisingamangaraja XII
menurut catatan Reflles, ia menanyakan mengenai asal usul Sisingamangaraja XII kepada para pemimpin atau ketua adat di Batak, dari informasi tersebut, dapat diketahui bahwa Sisingamangaraja XII merupakan seorang keturunan dari Minangkabau.
Nama kecil dari Sisingamangaraja diketahui bernama Patuan Bosar, yang kemudian mendapatkan sebuah gelar yaitu, Ompu Pulo, ia menampuk kepemimpinan sebagai raja menggantikan ayahnya bernama Ompu Sohahuaon, yang mendapatkan gelar sebagai Raja Imam.
Dalam penobatan Sisingamangaraja XII sebagai pemimpin di negri Toba, kebetulan berbarengan dengan politik Belanda yang menghendel modal asing yang berjalan di Hindia Belanda, semua itu termuat didalam perjanjian Korte Verklaring, dan bagi siapa saja yang tidak menandatangani perjanjian tersebut maka harus bersiap-siap menghadapi Belanda, kerjaan-kerajaan yang dipaksa untuk menandatangi perjanjian tersebut diantaranya Kesultanan Aceh dan negeri Toba, karena kedua kerajaan tersebut memiliki hubungan dagang dengan negara-negara dieropa.
Baca Juga : Sejarah Singkat Cut Nyak Dien
Selain hal tersebut, Belanda juga berambisi menguasai monopoli perdagangan di kerajaan-kerajaan tersebut, akibat dua politik yang dijalankan oleh Belanda ini, nantinya akan menimbulkan Perang Tapanuli yang sangat panjang sampai puluhan tahun lamanya.
Perlawanan Sisingamangaraja XII kepada Belanda
Sekitar tahun 1824 Belanda menandatangani perjanjian Anglo Dutch Tresty of 1824 bersama Inggris, yang mana dalam perjanjian tersebut Inggris menyerahakan kekuasaanya di Sumatra kepada pihak Belanda, ini merupakan sebuah peluang besar bagi Belanda untuk menguasai wilayah Sumatra yang belum dikuasainya.
Setelah perjanjian tersebut, Belanda menyiapkan pasokan dan strategi untuk menguasai Aceh, tepatnya pada sekitar tahun 1873, Belanda memulai penyerangan ke Aceh, militer Belanda memasuki wilayah Batak terlebih dahulu untuk melanjutkan misi menguasai Aceh, di Batak oleh raja-raja Huta Batak menerima kedatangan pasukan militer Belanda, sedangkan raja Bakkara dan Sisingamangaraja XII menyatakan perang dengan Belanda, karena dianggap kedua raja tersebut memiliki hubungan dekat dengan kesultanan Aceh.
Sekitar tahun 1877, Sisingamangaraja mengusir para misionaris atau pendeta yang menyebarkan agama kristen di daerah , sehingga para Misionaris meminta bantuan kepada Belanda untuk membantu menangani kedua raja tersebut, akhirnya pemerintah Hindia Belanda pada saat itu sepakat bukan hanya menyerang istana Sisingamangaraja melainkan, sepakat menguasai seluruh daerah Toba.
Sebelum menyerang Sisingamangaraja, Belanda terlebih dahulu menemui Ingwer Ludwig Nommensen sebagai ketua misionaris pada tanggal 6 Februari 1878, kemudian Belanda dan para misionaris tersebut menuju ke Bahal Batu untuk menyusun kekuatan serta membangun Benteng pertahanan, namun atas tindakan Belanda ini mengundang amarah dari Sisingamangaraja XII, kemudian pada tanggal 16 Februari 1878 Sisingamangaraja langsung menyatakan Perang terhadap Belanda dan melakukan penyerangan dimulai dengan menyerang pos Belanda di Bahal Batu.
Baca Juga : Biografi Lengkap Pattimura
Perang di Bahal Batu terjadi cukup lama, hingga membuat pihak Belanda kewalahan dan meminta bala bantuan dari Resuden Boyle yang dipimpin olej kolonel Engels, kemudian pada tanggal 14 Maret 1878, pasukan bala bantuan berjumlah 250 tentara pun datang, kemudian disusul pasukan dari Sibolga yang datang pada tanggal 1 Mei 1878.
Setelah kekuatan pasukan dirasa cukup, maka pada tanggal 3 Neu 1878, Belanda menyerang daerah yang dikuasai Sisingamangaraja dan berhasil mengalahkanya, namun Sisingamangaraja dan para pengikutnya berhasil melarikan diri dan keluar dari Bangkarat daerahnya. Sedangkan para raja di Bangkarat yang masih tersisa dipaksa untuk setia dan tunduk, patuh kepada pemerintahan Hindia Belanda.
Walaupun wilayahnya sudah berhasil dikuasai oleh Belanda, namun hal ini tidak membuat Sisingamangaraja patah semangat, ia beserta para pengikutnya melakukan perang secara gerilya, namun dalam peperangan tersebut berhasil dimenangkan oleh Belanda, bahkan di akhir bulan Desember 1878, Belanda berhasil menguasai wilayah Lobu Siregar, Butar, Naga Seribu, Gurgur, dan Huta Ginjang.
Walaupun mengalami banyak kekalahan dalam berperang, tetapi Sisingamangaraja tetap bersemangat dalam melawan Belanda, terbukti sekitar tahun 1883, ia berhasil mengumpulkan kembali pasukan-pasukanya dan kemudian mendapatkan pasukan bala bantuan dari Aceh, sehingga memantapkan Sisingamangaraja untuk melakukan penyerangan diwilayah yang dikuasai Belanda seperti Balige, dan Uluan pada bulan Mei 1883, dan ditahun 1884 menyerang Tangga Batu.
Baca Juga :
Sejarah Pocut Meurah Intan Si Singa Betina
Wafatnya Sisingamangaraja XII
Sisingamangaraja XII meninggal di daerah Dairi pada tanggal 17 Juni 1907 di usia 62 tahun didalam sebuah pertempuran di bukit Lae Sibulbulen didesa Si Onom Hudon diperbatasan Tapanuli Utara atau sekarang nama daerah tersebut dikenal sebagai daerah Dairi.
Didalam peperangan tersebut Sisingamangaraha tertembak peluru dibagian dadanya sehingga membuatnya terkapar, namun sebelum kematiannya ia sempat berteriak “Ahuu Sisingamangaraja”, selain beliau, dipertempuran tersebut juga kedua putranya yaitu Patuan Nagari dan Patuan Anggi dan satu putrinya berbama Lopian juga ikut gugur. Jasad Sisingamangaraja dan para putra putrinya tersebut dimakamkan oleh Belanda pada tanggal 22 juni 1907 didaerah Silindung.
Kemudian makamnya dipindahkan kelokasi taman Makam Pahlawan didaerah Soposurung Balige pada taanggal 14 Juni 1953, dan pada tanggal 19 November 1961 atas jasa dan perjuangan Sisingamangaraja ditetapkan menjadi Pahlawan Nasional.