Laskar Bambu Runcing |
Laskar Bambu runcing adalah kesatuan yang awalnya di bentuk oleh Jendral Soedirman setelah agresi militer Belanda atas dasar ke tidak puasan beliau terhadap jalur diplomatik yang di tempuh oleh Soekarno.
Anggota laskar Bambu Runcing merupakan orang-orang pengikut setia pemahaman Tan Malaka.
Nah, saat ini saya akan mencoba membahas mengenai :
Sejarah Laskar Bambu Runcing
Nah sebelum kita ke pembahasan terlebih dahulu kita membacanya dalam kondisi rileks agar memahami isi tulisan saya, biar lebih enak sedikit lah, karena selain isi artikel ini cukup panjang tetapi juga saya menggunakan bahasa-bahasa yang agak sulit di mengerti, mohon maklum yah.
Awal Terbentuknya Laskar Bambu Runcing
Laskar Bambu Runcing di bentuk pada tahun 1947 setelah agresi militer Belanda yang pertama, yaitu melalui pemberian mandat dari Jendral Soedirman terhadap Sultan Akbar yang bertujuan untuk menyusun kembali kekuatan militer di Jawa Barat.
Awal mulanya Laskar Bambu Runcing ini berbentuk Divisi Bambu Runcing(BR) meskipun merupakan Divisi tetapi kesatuan tersebut bagian dari kesatuan tentara reguler. Keberadaan Laskar BR adalah sebuah wujud perjuangan yang menuntut kemerdekaan tampa kompromi apapun dari Belanda.
Sultan Akbar memecah divisi ini kedalam 5 brigade diantaranya yaitu Cirebon, Pariangan, Jakarta, Banten, dan Bogor.
Di Jakarta brigade Bambu Runcing di pimpin oleh Wahidin Nasution, brigade Periangan dipimpin oleh Ahmad Astrawinata, brigade di Bogor dipimpin oleh Waluyo dan dibantu oleh Muhidin, brigade di Banten dipimpin oleh K.H Syam’un yang di bawah pengawasan langsung residen Banten yaitu K.H Tb. Ahmad Khatib, sedangkan Brigade Cirebon khususnya yang berada di Ciwaru menjadi brigade terkuat yang di pimpin langsung oleh Sultan Akbar.
Baca Juga: Sejarah Lengkap K.H Tb Ahmad Khatib Al-Bantani
Brigade Bambu Runcing di Jakarta kemudian bergeser wilayahnya ke Purwakarta dan bergabung dengan Laskar Rakyat Karawang yang bermarkas di lereng gunung Sanggabuana.
Brigade ini merupakan brigade Bambu Runcing terkuat nomor dua setelah Ciwaru, pemimpin brigade merasa mempunyai tanggung jawab yang cukup berat atas perjuangan bersenjata di Jakarta.
Didalam tubuh Kesatuan SP88 juga terdapat kesatuan khusus seperti Siluman, Sumber Nyawa, dan Garuda Putih, semua kegiatan Divisi 17 Agustus mereka jalankan tampa bantuan sedikitpun dari pemerintah, bahkan mereka pernah menolak perintah dari pemerintah untuk segera meninggalkan daerah Purwakarta.
Baca juga : Sejarah K.H Syam’un, Biografi dan Perlawananya
Divisi 17 Agustus kemudian berganti nama menjadi Divisi Gerilya 17 Agustus yang dipimpin oleh Oya Sumantri dan menjadi tentara kesatuan PRJB dan wakilnya yaitu Wahidin Nasution. Perlu di ketahui PRJB merupakan pemerintahan bukan suatu negara dan masih setia dengan proklamasi 1945 dan kepada Soekarno dan Hatta.
Hanya saja PRJB menolak semua subordinasi kepada pemerintah RI, khususnya perjanjian Renville. Mereka lebih memilih ber oposisi terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah RI, tetapi tidak menentang legitimasi RI.
Bergabungnya Khaerul Anwar ke Bambu Runcing
Rombongan Khaerul Saleh tiba pada bulan Februari 1949 di markas laskar Bambu Runcing di gunung Sanggabuana Purwakarta, kemudian diadakan perundingan diantara tokoh laskar Bambu Runcing dan disepakati Kepemimpinan PRJB diberikan kepada Khaerul Saleh.
Padahal sebelum kedatangan rombongan Khaerul Saleh, didalam tubuh laskar Bambu Runcing terjadi gejolak perdebatan yang membentuk kedua kubu, kubu pertama terang terangan mendukung kebijakan pemerintah RI
Baca Juga : Sejarah Kerajaan Majapahit Dan Kejayaan Yang Fiktif
Bergabungnya laskar Bambu Runcing , SP88 dan Kesatuan Siliwangi.
Setelah sebelumnya terjadi konflik diantara Kesatuan Siliwangi dan laskar laskar perjuangan namun di bulan Maret 1949 konflik tersebut dapat dihindari, puncaknya pada tanggal 6 April 1949 terbentuk Staf Gabungan Gerilya Jakarta Timur yang merupakan gabungan dari SP88, laskar Bambu Runcing dan Kesatuan Siliwangi, mereka berkerjasama dalam melakukan perang gerilya terhadap Belanda.
Tetapi akhirnya mereka terpecah belah setelah Perjanjian Rum-Van Royen yang berisi tentang gencatan senjata Indonesia dan Belanda dalam rangka perundingan antara dua negara tersebu.
Bubarnya Staf Gabungan
Hingga akhirnya tanggal 6 Agustus 1949 terjadi pertemuan antara laskar Bambu Runcing, SP88 dan kesatuan Siliwangi di lereng gunung Sanggabuana, didalam pertemuan tersebut terjadi gejolak, diantaranya Kesatuan Siliwangi tunduk dan loyal terhadap putusan gencatan senjata begitu pula dengan SP88, namun sebaliknya Laskar Bambu Runcing menolak keras akan hal itu.
Setelah pertemuan tersebut Khaerul Anwar memindahkan markas laskar Bambu Runcing di lereng utara gunung Sanggabuana, dan secara resmi staf gabungan tersebut bubar.
Baca Juga :
Jejak Keganasan Laskar Bambu Runcing Di Banten Selatan
Setelah mendengar rencana penarikan tentara Belanda semakin jelas kebenarannya maka Oya Sumantri sebagai ketua PRJB pada tanggal 1 September 1949 resmi membubarkan PRJB, kemudian disusul oleh Wahiddin Nasution yang membubarkan Divisi Gerilya 17 Agustus. Lagi lagi Khaerul Saleh menentang hal itu.
Sementara perselisihan antara Khaerul Saleh dan Oya Sumantri beserta Wahiddin, pasukan laskar Bambu Runcing sering terjadi bentrokan senjata dengan kesatuan Siliwangi, hingga mengakibatkan banyak anggota laskar Bambu Runcing meninggal dan mereka terdesak hingga akhirnya berpindah ke daerah Cibinong.
Namun Laskar Bambu Runcing masih ingin melanjutkan aksinya, hingga mereka mengadakan pertemuan rahasia di daerah Jonggol pada 28 September 1949 dan memutuskan untuk membangun kekuatan laskar Bambu Runcing Kembali di daerah Banten Selatan.
Nah begitulah awal mula sejarah terbentuknya pasukan laskar Bambu Runcing, jangan lupa share dan terimakasih sudah mengunjungi blog ini.